URGENSI REKONSTRUKSI PEMBENTUKAN KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI

Menghapus Kebijakan Amnesti dan Mendesain Abolisi

  • Raden Muhammad Arvy Ilyasa State University of Semarang
  • Farrel Rivishah Raashad Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang
  • Jonasmer Simatupang Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang
Keywords: Abolisi, Amnesti, Kebijakan Hukum, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

Abstract

Abstrak

Maraknya kasus pelanggaran HAM berat pada masa lampau belum ditunjang dengan proses penyelesaian yang jelas yang berorientasi pada kebutuhan korban dan keluarganya. Penyelesaian melalui jalur KKR menjadi sangat urgen dilakukan. Namun, dalam perjalanannya UU KKR justru inkonstitusional sehingga pengungkapan kebenaran tidak dapat dilakukan. Tujuan penelitian ini untuk menelaah problematika dalam formulasi RUU KKR serta menelaah desain KKR dengan menghapus keberadaan amnesti. Metode yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan pendekatan normatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa UU KKR melahirkan diskriminasi, memposisikan korban dan pelaku secara tidak seimbang, dan keberadaan amnesti dalam UU KKR menjadi pintu melanggengkan impunitas sehingga jalan terbaik yang dapat dilakukan adalah melakukan rekonstruksi dengan penguatan kedudukan korban, hak atas pemulihan secara imperatif, dan mengganti pengaturan amnesti dengan mendesain abolisi. Abolisi dirasakan jauh lebih tepat disbandingkan dengan amnesti yang menghapus segala ketentuan pidana bagi para pelaku.

Abstract

The rise of cases of gross human rights violations of the past has not been supported by a clear resolution process that is oriented towards the needs of victims and their families. The settlement of the TRC is very urgent. But, in its progress, the TRC Law is unconstitutional so that truth- telling cannot be done. The purpose of this research is to examine the problems in the formulation of the KKR Bill and to examine the KKR design by eliminating the existence of amnesty. The method used is library research with a normative approach. The results of the research reveal that the TRC Law creates discrimination, positions victims and perpetrators, and the existence of amnesty in the KKR Law becomes the door to perpetuate impunity so that the best way to do this is to carry out reconstruction by strengthening the position of victims, the right to recovery, and changing regulations. amnesty by designing abolition. Abolition is felt to be much more appropriate than amnesty which eliminates all criminal provisions for the perpetrators.

References

Abdurrahman, Ali, and Mei Susanto. “Urgensi Pembentukan Undang-Undang Komisi Kebenaran Dan Rekonsiliasi Di Indonesia Dalam Upaya Penuntasan Pelanggaran HAM Berat Di Masa Lalu.” Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum 3, no. 3 (2016): 509–530.

Alamsyah, Afif. “Urgensi Konstitusionalitas Pembentukan Komisi Kebenaran Dan Rekonsiliasi.” Veritas 6, no. 1 (2020): 79–98.

Fadhil, Moh. “Impunitas Dan Penerapan Keadilan Transisi: Suatu Dilema Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat Di Masa Lalu.” Petitum 8, no. 2 (2020): 100–113.

Fadhil, Moh. “Komisi Pemberantasan Korupsi, Politik Hukum Antikorupsi Dan Delegitimasi Pemberantasan Korupsi.” Al-Ahkam 15, no. 2 (2019): 7–36.

Indonesia, Republik. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1954 Tentang Amnesti Dan Abolisi, 1954.

———. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 Tentang Komisi Kebenaran Dan Rekonsiliasi, 2004.

Kasim, Ifdhal. “Penyelesaian Non-Prosekutorial Dan Rekonsiliatif Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat.” Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 16, no. 2 (2009): 222–237.

Keadilan, Tim Advokasi Kebenaran dan. Permohonan Hak Uji Materiil Terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 Tentang Komisi Kebenaran Dan Rekonsiliasi (Perbaikan) (2006).

Lev, Daniel S. Hukum Dan Politik Di Indonesia: Kesinambungan Dan Perubahan. Jakarta: LP3ES, 2013.

Marwan, M., and Jimmy P. Kamus Hukum: Dictionary of Law. Complete E. Surabaya: Reality Publisher, 2010.

Marzuki, Suparman. Robohnya Keadilan: Politik Hukum HAM Era Reformasi. Yogyakarta: Pusham UII, 2010.

MD, Mahfud. Politik Hukum Di Indonesia. Yogyakarta: Rajawali Press, 2012.

Mertokusumo, Sudikno. Penemuan Hukum. Yogyakarta: Liberty, 2010.

Nasution, Aulia Rosa. “Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat Melalui Pengadilan Nasional Dan Internasional Serta Komisi Kebenaran Dan Rekonsiliasi.” Jurnal Mercatoria 11, no. 1 (2018): 90–126.

Neta, Yulia. “Partisipasi Masyarakat Terhadap Penegakan Hak Asasi Manusia Di Negara Demokrasi Indonesia.” Monograf 1, no. Negara Hukum Kesejahteraan (2013): 1–11.

Putra, Muhammad Amin. “Eksistensi Lembaga Negara Dalam Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia.” Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum 9, no. 3 (2015): 256–292.

Raharjo, Agus. “Implikasi Pembatalan Undang-Undang Komisi Kebenaran Dan Rekonsiliasi Terhadap Prospek Penanganan Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia.” Mimbar Hukum 19, no. 1 (2007): 7–8.

Saptaningrum, Indriaswaty D., Wahyu Wagiman, Supriyadi Widodo Eddyono, and Zainal Abidin. Menjadikan Hak Asasi Manusia Sebagai Hak Konstitusional: Pandangan Kritis Atas Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Judicial Review UU KKR Dan Implikasinya Bagi Penyelesaian Pelanggaran HAM Di Masa Lalu. 01. Jakarta, 2007.

Saputra, Rian Prayudi. “Alasan Hukum Pembentukan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 Tentang Kebenaran Dan Rekonsiliasi.” Jurnal Pahlawan 2, no. 1 (2019): 29–37.

Smith, Rhona K.M., Njäl Høstmælingen, Christian Ranheim, Satya Arinanto, Fajrul Falaakh, Enny Soeprapto, Ifdhal Kasim, et al. Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Pusham UII, 2010.

Soekanto, Soerjono, and Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Pers, 2006.

Supriyanto, Bambang Heri. “Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut Hukum Positif Di Indonesia.” Al-Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial 2, no. 3 (2014): 151–168.

Susanto, Heru. “Komisi Kebenaran Dan Rekonsiliasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat.” Jurnal Dinamika Hukum 6, no. 2 (2006): 117–118.

Ulya, Zaki. “Politik Hukum Pembentukan Komisi Kebenaran Dan Rekonsiliasi Aceh: Re-Formulasi Legalitas KKR Aceh.” Petita: Jurnal Kajian Ilmu Hukum dan Syariah 2, no. 2 (2017): 135–154.

Published
2020-11-08
Section
Articles