ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP STATUS PERNIKAHAN DAN NAFKAH ISTRI YANG DITINGGALKAN TANPA KABAR (Studi Kasus di Pengadilan Agama Sambas)
DOI:
https://doi.org/10.24260/klr.v5i2.5101Keywords:
Istri Ditinggalkan, Status Pernikahan, Nafkah Istri, Nafkah Anak, Putusan Hakim, Pengadilan AgamaAbstract
Penelitian ini menganalisis secara yuridis-empiris praktik dan pertimbangan hukum hakim di Pengadilan Agama Sambas dalam menangani perkara istri yang ditinggalkan oleh suami tanpa kabar berita maupun nafkah lahir batin dalam waktu yang lama. Fenomena ini, yang secara fikih dikenal dengan istilah ghayb (gaib), menimbulkan problem hukum yang kompleks terkait status keabsahan pernikahan dan pemenuhan hak-hak keperdataan istri serta anak. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan pendekatan yuridis-empiris, data primer dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan para hakim di Pengadilan Agama Sambas dan didukung oleh data sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan kajian literatur. Hasil penelitian menunjukkan tiga temuan utama: (1) Status Pernikahan: Secara yuridis, ikatan perkawinan tetap dianggap sah (qa'im) selama belum ada gugatan cerai yang diajukan oleh istri dan diputus oleh pengadilan, meskipun suami telah meninggalkan istri selama bertahun-tahun. Perlindungan hukum yang diberikan pengadilan bersifat pasif, yaitu dengan memfasilitasi gugatan cerai berdasarkan alasan Pasal 116 (b) Kompilasi Hukum Islam (KHI). (2) Status Nafkah Istri: Hakim di Pengadilan Agama Sambas mengakui hak istri untuk menuntut nafkah lampau (madhiyah), namun dalam praktiknya, tuntutan ini sangat jarang dikabulkan. Hal ini disebabkan oleh pertimbangan sosiologis mengenai ketidakmampuan ekonomi suami yang umumnya berprofesi sebagai pekerja migran atau buruh tidak tetap, sehingga tuntutan dianggap akan menjadi sia-sia dan membebani proses. (3) Status Nafkah Anak: Meskipun kewajiban nafkah anak diakui sebagai tanggung jawab mutlak ayah yang tidak gugur, praktik di lapangan menunjukkan fenomena serupa, di mana istri jarang menuntutnya karena alasan yang sama, yaitu pesimisme terhadap kemampuan ekonomi suami. Disimpulkan bahwa dalam menangani kasus istri yang ditinggalkan, hakim di Pengadilan Agama Sambas cenderung menerapkan pendekatan pragmatis-sosiologis yang mengutamakan kepastian status hukum (melalui perceraian) di atas pemenuhan hak-hak finansial yang dianggap sulit dieksekusi.
References
Bunyamin, Mahmudin, dan Agus Hermanto. Hukum Perkawinan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2017.
Busyra, Muhammad (Hakim Pengadilan Agama Sambas). Wawancara, Desember 2021.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. “Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.” 1974.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia. “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.” 2004.
Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam. “Kompilasi Hukum Islami Indonesia.” 2001.
Falah, Ali Akbarul (Hakim Pengadilan Agama Sambas). Wawancara, Desember 2021.
Maji, Bahrul (Wakil Ketua Pengadilan Agama Sambas). Wawancara, Oktober 2021.
Nabilah, Anita. “Status Hukum Istri Karena Kepergian Suami yang Ghaib (tidak diketahui keberadaannya dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif).” Skripsi, Universitas Syarif Hidayatullah, 2004.
Pengadilan Agama Sambas. Laporan Perkara Tahun 2020. Diakses dari https://pa-sambas.go.id/.
Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fikih Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana, 2006.
Velawati, Sisca Hadi. “Nafkah Madliyah Dalam Perkara Perceraian.” Jurnal Hukum Jakarta, 2015.
Wicaksono, Rio Arif. “Status Perkawinan Istri Akibat Suami Hilang.” Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2008.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2025 Bella Syafira

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.





